NEWSACEHTODAY, BANDA ACEH -- Imbas dari permintaan DPRA agar Eksekutif menambah uang perjalanan dinas mereka yang semakin menipis. Aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsyiah mendatangi gedung Dewan terhormat (DPRA), Selasa (17/5) pagi, selain orasi aksi mahasiswa berjalnjut dengan menggeledah ruang pimpinan dan komisi-komisi.
Menurut amatan Serambi, karena tak satupun pimpinan dan anggota DPRA yang mau menemui mereka, sehingga mahasiswa terpaksa menggeledah ruang pimpinan dan komisi-komisi DPRA dilakukan mahasiswa .
Aksi mahasiswa awalnya berorasi di pintu gerbang DPRA, namun setelah berorasi sekira 30 menit, polisi mengizinkan mahasiswa masuk ke pekarangan DPRA dan berorasi di lobi gedung dewan. Mahasiswa kemudian mendesak pimpinan DPRA untuk menemui mereka, guna menjelaskan maksud DPRA meminta tambahan anggaran untuk perjalanan dinas yang dianggap mahasiswa sebagai permintaan tak wajar dan hanya mengeruk uang rakyat untuk kepentingan pribadi.
Setelah menunggu lebih 30 menit, tak satupun pimpinan atau anggota DPRA yang menemui mahasiswa. Karena berang, akhirnya mahasiswa masuk ke gedung Sekretariat DPRA sambil terus berorasi dan mengecam sikap anggota dewan yang diklaim mahasiswa hanya mengambur-hamburkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi.
Sambil terus berorasi, ternyata sebagian mahasiswa naik ke lantai dua, mereka menggeledah ruang Pimpinan DPRA mulai dari ruangan ketua hingga ruangan wakil ketua. Namun tak satupun pimpinan DPRA berada di ruangan. Mereka hanya menemukan anggota DPRA di ruangan Komisi I yang saat itu sedang rapat.
Alhasil, empat anggota DPRA yang berada di ruang Komisi I, yakni Abdullah Saleh, Azhari Cagee, Alfatah, dan Buhari Selian diminta mahasiswa untuk segera keluar menemui mahasiswa.
Kordinator Aksi, Maulida Ariandi, dalam orasinya mengatakan, pihaknya sengaja meminta pimpinan DPRA untuk menemui mereka agar bisa menjelaskan terkait permintaan tambahan anggaran tersebut.
Dalam orasinya, mahasiswa mengutuk sikap anggota DPRA karena meminta dana tambahan yang disebut-sebut untuk pos perjalanan dinas anggota dewan untuk konsultasi dan pembahasan qanun. “Baru lima bulan, dana yang sudah dianggarkan untuk kegiatan perjalanan dinas ini sudah habis digunakan, mereka minta tambah, ini sangat memalukan. Yang mereka pikir hanya jalan-jalan dan bertamasya hingga keluar negeri,” tandas Maulida Ariandi.
Menurut Wakil Ketua DPRA, Teuku Irwan Djohan, yang menemui mahasiswa mengatakan menerima apapun yang disampaikan oleh mahasiswa baik dalam orasi maupun melalui media massa. “Saya terima kalau kalian bilang kami mengeruk uang rakyat, DPRA ngemis uang rakyat, DPRA bertamasya dan rakyat sengasara, saya terima itu,” kata Irwan Djohan.
Namun, tegasnya, apapun tanggapan yang disampaikan, penambahan anggaran sangat penting bagi DPRA untuk menjalankan tugas dan fungsi. Menurutnya, anggaran itu bukan untuk perjalanan dinas, tetapi untuk keperluan pembahasan rancanagan qanun.
Ketua Harian Front Pembela Tanah Air (PeTA) Aceh, Teuku Sukandi, menyesalkan sikap DPRA memminta tambahan dana untuk perjalanan dinas. Ia menilai, kini hampir tak ada beda antara anggota dewan terhormat dengan para pengemis di jalanan yang kerjanya juga meminta-minta uang.
Aksi mahasiswa awalnya berorasi di pintu gerbang DPRA, namun setelah berorasi sekira 30 menit, polisi mengizinkan mahasiswa masuk ke pekarangan DPRA dan berorasi di lobi gedung dewan. Mahasiswa kemudian mendesak pimpinan DPRA untuk menemui mereka, guna menjelaskan maksud DPRA meminta tambahan anggaran untuk perjalanan dinas yang dianggap mahasiswa sebagai permintaan tak wajar dan hanya mengeruk uang rakyat untuk kepentingan pribadi.
Setelah menunggu lebih 30 menit, tak satupun pimpinan atau anggota DPRA yang menemui mahasiswa. Karena berang, akhirnya mahasiswa masuk ke gedung Sekretariat DPRA sambil terus berorasi dan mengecam sikap anggota dewan yang diklaim mahasiswa hanya mengambur-hamburkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi.
Sambil terus berorasi, ternyata sebagian mahasiswa naik ke lantai dua, mereka menggeledah ruang Pimpinan DPRA mulai dari ruangan ketua hingga ruangan wakil ketua. Namun tak satupun pimpinan DPRA berada di ruangan. Mereka hanya menemukan anggota DPRA di ruangan Komisi I yang saat itu sedang rapat.
Alhasil, empat anggota DPRA yang berada di ruang Komisi I, yakni Abdullah Saleh, Azhari Cagee, Alfatah, dan Buhari Selian diminta mahasiswa untuk segera keluar menemui mahasiswa.
Kordinator Aksi, Maulida Ariandi, dalam orasinya mengatakan, pihaknya sengaja meminta pimpinan DPRA untuk menemui mereka agar bisa menjelaskan terkait permintaan tambahan anggaran tersebut.
Dalam orasinya, mahasiswa mengutuk sikap anggota DPRA karena meminta dana tambahan yang disebut-sebut untuk pos perjalanan dinas anggota dewan untuk konsultasi dan pembahasan qanun. “Baru lima bulan, dana yang sudah dianggarkan untuk kegiatan perjalanan dinas ini sudah habis digunakan, mereka minta tambah, ini sangat memalukan. Yang mereka pikir hanya jalan-jalan dan bertamasya hingga keluar negeri,” tandas Maulida Ariandi.
Menurut Wakil Ketua DPRA, Teuku Irwan Djohan, yang menemui mahasiswa mengatakan menerima apapun yang disampaikan oleh mahasiswa baik dalam orasi maupun melalui media massa. “Saya terima kalau kalian bilang kami mengeruk uang rakyat, DPRA ngemis uang rakyat, DPRA bertamasya dan rakyat sengasara, saya terima itu,” kata Irwan Djohan.
Namun, tegasnya, apapun tanggapan yang disampaikan, penambahan anggaran sangat penting bagi DPRA untuk menjalankan tugas dan fungsi. Menurutnya, anggaran itu bukan untuk perjalanan dinas, tetapi untuk keperluan pembahasan rancanagan qanun.
Jika tidak ada anggaran, maka pembahasan qanun ini tidak bisa dilanjutkan, pembahasan qanun kita perlu ke Jakarta, kita perlu konsultasi ke Kemendagri, itu perlu biaya,” ujar Irwan.Irwan mengajak mahasiswa untuk berdiskusi secara baik-baik, dengan mengacu pada data yang ril dan kalkulasi yang jelas. Kemarin, di depan mahasiswa Irwan juga memperlihatkan data anggaran yang telah diterima DPRA sebagai bahan kajian, jika ingin berdiskusi. “Seperti yang sudah saya sampaikan, saya mengundang siapa saja untuk berdiskusi soal ini, kita akan melihat berapa sebenarnya anggaran yang dibutuhkan DPRA. Terima kasih bagi mahasiswa yang terus mengontrol kinerja kami, lebih baik kita diskusikan semua permasalahan ini, biar semuanya jelas,” pungkas Irwan Djohan.
Ketua Harian Front Pembela Tanah Air (PeTA) Aceh, Teuku Sukandi, menyesalkan sikap DPRA memminta tambahan dana untuk perjalanan dinas. Ia menilai, kini hampir tak ada beda antara anggota dewan terhormat dengan para pengemis di jalanan yang kerjanya juga meminta-minta uang.
Anggota Legislatif Aceh sebagai wakil rakyat yang semestinya melaksanakan amanat mengurangi penderitaan rakyat untuk mencapai kesejahteraan rakyat, tapi apa yang terlihat justru sebaliknya. APBA yang notabene-nya berasal dari kristalisasi keringat rakyat itu mereka gunakan untuk kepentingan pribadi dengan segala dalih untuk sebuah pembenaran yang sifatnya subjektif belaka,” papar Sukandi melalui pesan singkatnya ke Serambi, Selasa (17/5) sore.Menurutnya, plotting anggaran yang ditetapkan DPRA dalam sidang pleno pengesahan APBA 2016 ternyata belum enam bulan berjalan telah menipis, sehingga mereka ajukan kembali dengan cara meminta Badan Anggaran (Banggar) DPRA menambahnya dengan kata “penyesuaian” untuk tambahan dana perjalanan.
Nah, betapa mereka bukan hanya tidak punya rasa malu dan hati, tapi juga telah kehilangan moral, sehingga yang terlihat adalah mental meminta-minta yang kembali muncul tanpa risih, karena nafsu keserakahan telah menguasai diri mereka,” ujar T Sukandi.Acehness Australian Association (AAA) juga mengecam DPRA yang dinilainya telah melakukan pemborosan uang rakyat. “AAA juga meminta BPK segera mengaudit khusus penggunaan dana perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPRA,” kata Ketua AAA, Tgk Sufaini Syehky, melalui pernyataan persnya yang dikirim ke Serambi, Selasa (17/5) siang menanggapi pemberitaan koran ini berjudul “DPRA Keruk Uang Rakyat” yang disiarkan kemarin.
Kami mengecam lembaga DPRA jika menyetujui usulan tambahan anggaran untuk biaya perjalanan dinas pimpinan DPRA dan anggotanya. Ini murni pemborosan uang rakyat,” ujarnya.Menurut penilaian Sufaini Syehky, biaya perjalanan dinas yang dialokasikan pada tahun 2016 untuk DPRA sudah besar, yakni Rp 1,8 miliar lebih untuk luar Aceh dan Rp 2,8 miliar untuk perjalanan dinas dalam lingkup Aceh. “Untuk itu, AAA meminta Gubernur Aceh untuk tidak memberi ruang sedikit pun lagi kepada lembaga legislatif yang menggunakan uang rakyat untuk jalan-jalan ke luar Aceh, apalagi sampai ke luar negeri. Ini jelas rencana gila DPRA yang perlu dihentikan karena merupakan pemborosan uang rakyat sekaligus bentuk pembodohan rakyat,” ulas Sufaini Syehky.[serambi indonesia/tribunnews.com]
Post a Comment