dok: jawapos.com |
Prolema Ibu Kota Baru dan Perpindahan Pegawai
by: jpnn.com
Senin, 24 Juli 2017
Intip Berita -- Sudah menjadi resiko bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai pemerintahan lainnya terhadap terjadinya mutasi atau perpindahan tempat ia bekera. Hal tersebut berkaitan dengan adanya rencana pemindahan ibu kota sebenarnya sederhana, memisahkan pusat kegiatan ekonomi dengan politik pemerintahan. Namun, mewujudkannya, sangat sulit. Butuh perhitungan matang dan sumber daya luar biasa besar.
=====
Intip Ibu Kota Baru dan 900 ribu PNS akan Pindah?
Intip Ibu Kota Baru dan 900 ribu PNS akan Pindah?
Munculnya nama ibu kota Kalimantan Tengah tersebut memang bukan hal yang baru. Bahkan, ada yang menyebut usulan Palangka Raya menjadi ibu kota sudah ada sejak era presiden pertama RI, Soekarno.
Namun, jangan buru-buru membayangkan bahwa Kota Palangka Raya yang ada saat ini adalah bakal calon ibu kota baru.
Sebab, dari perencanaan yang pernah dilakukan, lokasi ibu kota baru tersebut meliputi wilayah di tiga kota. Yakni, Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan, dan Kabupaten Gunung. Meski wilayah di Palangka Raya diperkirakan tetap paling besar.
”Perspektif selama ini adalah kota Palangka Raya yang ibu kota, padahal tidak seperti itu, karena ada tiga kota,” tutur Danes Jaya Negara, pembantu rektor IV Universitas Palangka Raya saat ditemui Jawa Pos di Palangka Raya pekan lalu.
Danes memang masuk dalam tim kajian bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalteng. Tepatnya saat era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Tim mengkaji kelayakan provinsi yang dikenal dengan sebutan Bumi Tambun Bungai tersebut sebagai lokasi ibu kota anyar. Intip rencana pemindahan Ibu Kota Baru, 900 ribu PNS akan Pindah ke palangka raya.
Dia menjelaskan, konsep yang disiapkan adalah sebuah kota mandiri. Sedikitnya ada empat zona. Yaitu, pusat pemerintahan, kawasan publik, pusat pemukiman, dan kawasan hutan.
”Sehingga ada gambaran bahwa ibu kota itu sangat adem,” katanya. Seperti kota pusat pemerintahan di Australia, Canberra.
Membangun kota baru, lanjut Danes, bukan hal yang tidak mungkin. Meski lahan seluas 300 ribu hektare yang disiapkan saat ini masih berupa hutan. ”Dulu, kota Palangka Raya yang ada saat ini juga hutan,” ujar guru besar ekonomi tersebut.
Lahan yang disiapkan juga bukan berupa lahan gambut yang diprediksi bakal mempersulit pembangunan.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah Fahrizal Fitri, tanah di lokasi yang disebut-sebut bakal menjadi kota baru tersebut berjenis tanah mineral. Datarannya lebih tinggi dibandingkan wilayah Kota Palangka Raya.
Yang paling penting dan menjadi syarat utama yang dikaji pemerintah pusat, lahannya berstatus tanah milik negara.
”Itu kawasan hutan milik negara,” katanya. Tidak semua pohon bakal dibabat untuk membangun kota baru. Peremajaan juga tidak dilupakan.
Faktor ketersediaan air bersih sebagai salah satu kajian penting yang lain juga tidak menjadi soal. Di titik yang meliputi satu kota dan dua kabupaten itu ada tiga sungai besar. Yaitu, Sungai Katingan, Sungai Kahayan, dan anak sungai Rungan. ”Sumber air baku aman,” tegasnya.
======
Palangka Raya seolah menjadi primadona dalam isu pemindahan ibu kota. Gambaran ibu kota yang tanpa macet, tidak gampang banjir, plus aman dari bencana seperti gempa bumi dan gunung meletus, memang dijumpai di Palangka Raya. Dengan luas mencapai 2.400 kilometer persegi, saat ini wilayah yang terbangun baru sekitar 30 persen. Jumlah penduduknya sekitar 400 ribu. Tidak padat.
Nyaris tidak ada kemacetan seperti yang dijumpai di Jakarta setiap hari. Bahkan pada jam-jam sibuk sekali pun. Saat masuk dan pulang kerja. Kalau pun ditemui lalu lintas yang agak padat, tidak sampai membuat kendaraan berhenti.
Tidak ada pula ancaman bencana. Gempa bumi misalnya. Wilayah Palangka Raya tidak berada di daerah patahan lempengan bumi. ”Selain masih luas, tidak ada gempa,” ujar Wali Kota Palangka Raya Riban Satia.
Infrastruktur yang tersedia saat ini sudah terbilang cukup untuk mempersiapkan kota baru. Untuk menuju ke titik yang diusulkan sebagai lokasi kota baru, bisa ditempuh melalui Jalan Tjilik Riwut.
Jaraknya sekitar 45-50 kilometer dari bundaran besar kota Palangka Raya (titik nol) ke arah barat (Sampit).
Tepatnya di kawasan Tangkiling. Jalannya mulus. Namun, lebar jalan mengalami penyempitan di kilometer 10. Dari semula enam, menjadi empat, hingga tinggal tersisa dua lajur.
Ada pula jalur lingkar luar yang menjadi alternatif angkutan logistik. Sebut saja Jalan Mahir Mahar yang tembus ke Jalan Tjilik Riwut.
Bagaimana dengan potensi banjir? Wijanarka, dosen sekaligus penulis buku Soekarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangka Raya, menyebutkan bahwa posisi kota Palangka Raya saat ini berada 20 meter di atas permukaan laut (DPL).
Jarak dengan pantai juga jauh. Sekitar 108 kilometer. ”Dengan kondisi itu, Palangka Raya punya potensi dibangun kota baru,” katanya.
Meski begitu, Wijanarka memberikan catatan. Mengingat adanya aliran sungai besar yang melintasi Palangka Raya seperti Sungai Kahayan. Sistem drainase kota perlu mendapat perhatian.
Tujuannya, saat intensitas curah hujan tinggi, air tetap bisa mengalir. ”Harus dengan sistem kanal-kanal karena tanahnya datar,” tandasnya.
Pria asal Semarang tersebut menegaskan, Palangka Raya memiliki desain kota yang bagus. Juga potensi untuk dibangun kota baru sebagai pusat pemerintahan negara.
”Tinggal bagaimana perencanaannya. Harus dikontrol ketat agar kota baru tidak menjadi pusat bisnis,” katanya. Berdasar pengalaman pembentukan kota baru di negara lain, kata dia, setidaknya dibutuhkan waktu 10 tahun.
Dia menambahkan, kota Palangka Raya yang ada saat ini justru akan terus berkembang. ”Selama persiapan, kan aktivitasnya banyak di Palangka Raya,” lanjutnya.
Namun, jangan buru-buru membayangkan bahwa Kota Palangka Raya yang ada saat ini adalah bakal calon ibu kota baru.
Sebab, dari perencanaan yang pernah dilakukan, lokasi ibu kota baru tersebut meliputi wilayah di tiga kota. Yakni, Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan, dan Kabupaten Gunung. Meski wilayah di Palangka Raya diperkirakan tetap paling besar.
”Perspektif selama ini adalah kota Palangka Raya yang ibu kota, padahal tidak seperti itu, karena ada tiga kota,” tutur Danes Jaya Negara, pembantu rektor IV Universitas Palangka Raya saat ditemui Jawa Pos di Palangka Raya pekan lalu.
Danes memang masuk dalam tim kajian bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalteng. Tepatnya saat era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Tim mengkaji kelayakan provinsi yang dikenal dengan sebutan Bumi Tambun Bungai tersebut sebagai lokasi ibu kota anyar. Intip rencana pemindahan Ibu Kota Baru, 900 ribu PNS akan Pindah ke palangka raya.
Dia menjelaskan, konsep yang disiapkan adalah sebuah kota mandiri. Sedikitnya ada empat zona. Yaitu, pusat pemerintahan, kawasan publik, pusat pemukiman, dan kawasan hutan.
”Sehingga ada gambaran bahwa ibu kota itu sangat adem,” katanya. Seperti kota pusat pemerintahan di Australia, Canberra.
Membangun kota baru, lanjut Danes, bukan hal yang tidak mungkin. Meski lahan seluas 300 ribu hektare yang disiapkan saat ini masih berupa hutan. ”Dulu, kota Palangka Raya yang ada saat ini juga hutan,” ujar guru besar ekonomi tersebut.
Lahan yang disiapkan juga bukan berupa lahan gambut yang diprediksi bakal mempersulit pembangunan.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah Fahrizal Fitri, tanah di lokasi yang disebut-sebut bakal menjadi kota baru tersebut berjenis tanah mineral. Datarannya lebih tinggi dibandingkan wilayah Kota Palangka Raya.
Yang paling penting dan menjadi syarat utama yang dikaji pemerintah pusat, lahannya berstatus tanah milik negara.
”Itu kawasan hutan milik negara,” katanya. Tidak semua pohon bakal dibabat untuk membangun kota baru. Peremajaan juga tidak dilupakan.
Faktor ketersediaan air bersih sebagai salah satu kajian penting yang lain juga tidak menjadi soal. Di titik yang meliputi satu kota dan dua kabupaten itu ada tiga sungai besar. Yaitu, Sungai Katingan, Sungai Kahayan, dan anak sungai Rungan. ”Sumber air baku aman,” tegasnya.
======
Palangka Raya seolah menjadi primadona dalam isu pemindahan ibu kota. Gambaran ibu kota yang tanpa macet, tidak gampang banjir, plus aman dari bencana seperti gempa bumi dan gunung meletus, memang dijumpai di Palangka Raya. Dengan luas mencapai 2.400 kilometer persegi, saat ini wilayah yang terbangun baru sekitar 30 persen. Jumlah penduduknya sekitar 400 ribu. Tidak padat.
Nyaris tidak ada kemacetan seperti yang dijumpai di Jakarta setiap hari. Bahkan pada jam-jam sibuk sekali pun. Saat masuk dan pulang kerja. Kalau pun ditemui lalu lintas yang agak padat, tidak sampai membuat kendaraan berhenti.
Tidak ada pula ancaman bencana. Gempa bumi misalnya. Wilayah Palangka Raya tidak berada di daerah patahan lempengan bumi. ”Selain masih luas, tidak ada gempa,” ujar Wali Kota Palangka Raya Riban Satia.
Infrastruktur yang tersedia saat ini sudah terbilang cukup untuk mempersiapkan kota baru. Untuk menuju ke titik yang diusulkan sebagai lokasi kota baru, bisa ditempuh melalui Jalan Tjilik Riwut.
Jaraknya sekitar 45-50 kilometer dari bundaran besar kota Palangka Raya (titik nol) ke arah barat (Sampit).
Tepatnya di kawasan Tangkiling. Jalannya mulus. Namun, lebar jalan mengalami penyempitan di kilometer 10. Dari semula enam, menjadi empat, hingga tinggal tersisa dua lajur.
Ada pula jalur lingkar luar yang menjadi alternatif angkutan logistik. Sebut saja Jalan Mahir Mahar yang tembus ke Jalan Tjilik Riwut.
Bagaimana dengan potensi banjir? Wijanarka, dosen sekaligus penulis buku Soekarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangka Raya, menyebutkan bahwa posisi kota Palangka Raya saat ini berada 20 meter di atas permukaan laut (DPL).
Jarak dengan pantai juga jauh. Sekitar 108 kilometer. ”Dengan kondisi itu, Palangka Raya punya potensi dibangun kota baru,” katanya.
Meski begitu, Wijanarka memberikan catatan. Mengingat adanya aliran sungai besar yang melintasi Palangka Raya seperti Sungai Kahayan. Sistem drainase kota perlu mendapat perhatian.
Tujuannya, saat intensitas curah hujan tinggi, air tetap bisa mengalir. ”Harus dengan sistem kanal-kanal karena tanahnya datar,” tandasnya.
Pria asal Semarang tersebut menegaskan, Palangka Raya memiliki desain kota yang bagus. Juga potensi untuk dibangun kota baru sebagai pusat pemerintahan negara.
”Tinggal bagaimana perencanaannya. Harus dikontrol ketat agar kota baru tidak menjadi pusat bisnis,” katanya. Berdasar pengalaman pembentukan kota baru di negara lain, kata dia, setidaknya dibutuhkan waktu 10 tahun.
Dia menambahkan, kota Palangka Raya yang ada saat ini justru akan terus berkembang. ”Selama persiapan, kan aktivitasnya banyak di Palangka Raya,” lanjutnya.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro tidak menampik yang dipersiapkan adalah kota baru atau green field. Meski dia belum secara eksplisit menyebutkan lokasinya.
Dia menegaskan, perhitungan rencana pemindahan ibu kota harus tepat. Pemerintah juga akan memaksimalkan skema kerja sama pemerintah dan swasta sehingga tidak membebani APBN.
”Karena ini adalah kota baru, infrastruktur harus dibangun semuanya dengan kualitas baik. Perhitungan akan dilakukan dalam studi tersebut, termasuk skemanya. Kami akan kedepankan PPP (public private partnership),” jelasnya.
Saat ini pemerintah pusat masih berkutat pada kajian-kajian. Menkeu Sri Mulyani Indrawati bahkan baru saja menyetujui tambahan anggaran Rp 7 miliar yang diajukan Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam RAPBN-P 2017. Tambahan anggaran tersebut digunakan sebagai dana kajian ibu kota yang harus rampung pada 2018.
Dia menegaskan, perhitungan rencana pemindahan ibu kota harus tepat. Pemerintah juga akan memaksimalkan skema kerja sama pemerintah dan swasta sehingga tidak membebani APBN.
”Karena ini adalah kota baru, infrastruktur harus dibangun semuanya dengan kualitas baik. Perhitungan akan dilakukan dalam studi tersebut, termasuk skemanya. Kami akan kedepankan PPP (public private partnership),” jelasnya.
Saat ini pemerintah pusat masih berkutat pada kajian-kajian. Menkeu Sri Mulyani Indrawati bahkan baru saja menyetujui tambahan anggaran Rp 7 miliar yang diajukan Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam RAPBN-P 2017. Tambahan anggaran tersebut digunakan sebagai dana kajian ibu kota yang harus rampung pada 2018.
”Kalau pembiayaan untuk melakukan kajiannya, sudah disetujui. Itu masuk ke belanja Bappenas,” papar Direktur Penyusunan APBN Ditjen Kemenkeu Kunta W.D. Nugraha kemarin.
Bambang Brodjonegoro menuturkan, dana tambahan tersebut hanya untuk kajian komprehensif. Adapun tambahan anggaran lainnya yang terkait pemindahan pusat administrasi juga diajukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
”Tambahan anggaran Rp 7 miliar ini untuk memastikan kajiannya komprehensif sehingga bisa mendukung perencanaan yang matang,” jelasnya.
Kajian menyeluruh tersebut termasuk survei lokasi. Terutama berkaitan dengan kepemilikan lahan. Kemudian, Kementerian PUPR akan melihat ketersediaan air, pengendalian banjir, dan konteks kebencanaan.
Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, infrastruktur perkotaan menjadi hal utama yang harus disiapkan.
Mulai jalan, transportasi, drainase, air minum, hingga perumahan untuk para pegawai pemerintahan. ”Di Jakarta ini ada 900 ribu PNS. Pindah ke sana juga kan harus disiapkan,” kata Basuki.
Dia menilai, setidaknya butuh proses selama 4-5 tahun untuk bisa memindahkan ibu kota. Proses tersebut baru bisa berjalan setelah kajian yang dilakukan Bappenas selesai.
Meski begitu, kementerian PUPR sudah melakukan studi literatur dengan mengambil contoh beberapa negara yang berhasil memisahkan pusat ekonomi dan pusat politik pemerintahan.
Bambang Brodjonegoro menuturkan, dana tambahan tersebut hanya untuk kajian komprehensif. Adapun tambahan anggaran lainnya yang terkait pemindahan pusat administrasi juga diajukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
”Tambahan anggaran Rp 7 miliar ini untuk memastikan kajiannya komprehensif sehingga bisa mendukung perencanaan yang matang,” jelasnya.
Kajian menyeluruh tersebut termasuk survei lokasi. Terutama berkaitan dengan kepemilikan lahan. Kemudian, Kementerian PUPR akan melihat ketersediaan air, pengendalian banjir, dan konteks kebencanaan.
Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, infrastruktur perkotaan menjadi hal utama yang harus disiapkan.
Mulai jalan, transportasi, drainase, air minum, hingga perumahan untuk para pegawai pemerintahan. ”Di Jakarta ini ada 900 ribu PNS. Pindah ke sana juga kan harus disiapkan,” kata Basuki.
Dia menilai, setidaknya butuh proses selama 4-5 tahun untuk bisa memindahkan ibu kota. Proses tersebut baru bisa berjalan setelah kajian yang dilakukan Bappenas selesai.
Meski begitu, kementerian PUPR sudah melakukan studi literatur dengan mengambil contoh beberapa negara yang berhasil memisahkan pusat ekonomi dan pusat politik pemerintahan.
”Ada banyak, seperti Brasilia, Washington DC, Astana, Putrajaya, juga Canberra. Kami pelajari semuanya dari yang paling kecil sampai yang paling besar negaranya,” ungkap Basuki. (fal/ken/and/byu/wan)
Post a Comment