Foto ilustrasi Istri minta Ngasur |
by: jpnn.com,
Minggu, 23 Juli 2017
Intip Berita - Macam-macam kasus yang di alami pasangan suami istri mulai dari urusan keuangan sampai yang masalah kasur (hubungan int*m) terkadang berujung pada tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), di Tarakan sendiri hal ini terus saja terjadi dan mengalami peningkatan.
Hingga pertengahan 2017 ini, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Tarakan menangani sembilan kasus.
Jumlah tersebut merupakan kasus KDRT yang sudah menjalani proses.
Sementara kasus KDRT yang berhasil dimediasi oleh pihak kepolisian tidak termasuk dalam data ini.
Dalam data tersebut terungkap pula bahwa faktor utama KDRT adalah ekonomi dan sosial lingkungan.
“Kasus KDRT ini memang dialami oleh masyarakat yang ekonominya di bawah rata-rata dan semuannya adalah perempuan,” kata Kanit PPA Polres Tarakan, Bripka Juani, Sabtu (22/7).
Juani menambahkan, pemahaman soal KDRT yang makin baik membuat banyak masyarakat berani melapor ke polisi.
“Ibu-ibu sekarang kalau sudah paham undang-undang ini, sedikit disenggol suami langsung lapor. Nanti kalau sudah lapor, belum ada sehari sudah minta cabut laporan. Kebanyakan seperti ini dan mau cabut laporan seenaknya. Padahal, di laporan kami tidak seperti itu,” ungkap Juani.
Sebelum kasus yang dilaporkan itu diproses, pihak kepolisian masih akan melakukan mediasi kedua pihak terlebih dahulu.
Apabila tidak ada titik terang dan korban lebih memilih melanjutkan kasus ini ke ranah hukum yang lebih tinggi, pihak kepolisian akan meneruskannya.
“Kalau korban bersikeras mau lanjut jadi tetap kami lanjut. Kemudian laporan tersebut kami buktikan dengan visum dan saksi. Bekas luka dari pihak kepolisian tidak bisa menentukan apakah itu bekas KDRT atau bukan. Yang menentukan adalah visum yang menjelaskan,” ungkapnya.
Selain itu, kasus KDRT didominasi pasangan muda. Bahkan, dari beberapa kasus yang ditangani Unit PPA Polres Tarakan, ada pasangan yang baru menikah tiga minggu sudah mengalami KDRT.
Selain itu, ada KDRT yang disebabkan sang suami tidak memenuhi kebutuhan batin istri.
“Ada laporan yang gara-gara nggak dikasih kebutuhan batin. Jadi, si istrinya minta ngasur terus suami nggak mau kasih lantaran mau mandi pagi dan dingin. Kemudian terjadilah kasus KDRT,” beber Juani.
Khsusus kasus ini, pihak kepolisian akan menjerat pelaku dengan pasal 44 nomor 23 tahun 2004, pasal 44 ayat 1 dan ayat 4 . (zar)
Hingga pertengahan 2017 ini, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Tarakan menangani sembilan kasus.
Jumlah tersebut merupakan kasus KDRT yang sudah menjalani proses.
Sementara kasus KDRT yang berhasil dimediasi oleh pihak kepolisian tidak termasuk dalam data ini.
Dalam data tersebut terungkap pula bahwa faktor utama KDRT adalah ekonomi dan sosial lingkungan.
“Kasus KDRT ini memang dialami oleh masyarakat yang ekonominya di bawah rata-rata dan semuannya adalah perempuan,” kata Kanit PPA Polres Tarakan, Bripka Juani, Sabtu (22/7).
Juani menambahkan, pemahaman soal KDRT yang makin baik membuat banyak masyarakat berani melapor ke polisi.
“Ibu-ibu sekarang kalau sudah paham undang-undang ini, sedikit disenggol suami langsung lapor. Nanti kalau sudah lapor, belum ada sehari sudah minta cabut laporan. Kebanyakan seperti ini dan mau cabut laporan seenaknya. Padahal, di laporan kami tidak seperti itu,” ungkap Juani.
Sebelum kasus yang dilaporkan itu diproses, pihak kepolisian masih akan melakukan mediasi kedua pihak terlebih dahulu.
Apabila tidak ada titik terang dan korban lebih memilih melanjutkan kasus ini ke ranah hukum yang lebih tinggi, pihak kepolisian akan meneruskannya.
“Kalau korban bersikeras mau lanjut jadi tetap kami lanjut. Kemudian laporan tersebut kami buktikan dengan visum dan saksi. Bekas luka dari pihak kepolisian tidak bisa menentukan apakah itu bekas KDRT atau bukan. Yang menentukan adalah visum yang menjelaskan,” ungkapnya.
Selain itu, kasus KDRT didominasi pasangan muda. Bahkan, dari beberapa kasus yang ditangani Unit PPA Polres Tarakan, ada pasangan yang baru menikah tiga minggu sudah mengalami KDRT.
Selain itu, ada KDRT yang disebabkan sang suami tidak memenuhi kebutuhan batin istri.
“Ada laporan yang gara-gara nggak dikasih kebutuhan batin. Jadi, si istrinya minta ngasur terus suami nggak mau kasih lantaran mau mandi pagi dan dingin. Kemudian terjadilah kasus KDRT,” beber Juani.
Khsusus kasus ini, pihak kepolisian akan menjerat pelaku dengan pasal 44 nomor 23 tahun 2004, pasal 44 ayat 1 dan ayat 4 . (zar)
Post a Comment