Halloween party ideas 2015

Dokter Tidak Ada Kemampuan Membedakan Vaksin Asli atau Palsu
foto ilustrasi


NEWSACEHTODAY.ml, -- Wajib berhati-hati, karena Pihak Dokter Indonesia Bersatu (DIB) menyatakan seorang bahwa dokter tidak memiliki kemampuan untuk menyeleksi obat yang masuk palsu atau tidak, termasuk pada kasus vaksin palsu.

Kepala Humas DIB Dokter Agung Sapta Abadi mengatakan, untuk membuktikannya hanya bisa melalui pengujian laboratorium.
Kalau masalah mengetahui palsu atau tidak secara kasat mata susah, mesti uji lab. Dan dokter tidak punya kapasitas memeriksa palsu atau tidak termasuk vaksin," kata Agung dalam diskusi publik "Darurat Farmasi : Melawan Pemalsuan Vaksin dan Obat", di sebuah rumah makan di Plaza Festival, Kuningan, Jakarta, Minggu (24/7/2016).
Menurut Agung, yang berperan di pengawasan adalah pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap distributor penyalur obat. Namun, Agung menilai, pengawasan terhadap distributor obat justru lemah.
Produksi vaksin palsu sudah 13 tahun. Ini menggambarkan buruknya Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dalam hal pengawasan obat, dan kegagalan negara melindungi rakyatnya," ujar Agung.
Agung memberikan gambaran mengenai obat-obatan yang dijual secara online. Menurut dia, tidak pernah diketahui apakah obat tersebut asli atau tidak dan siapa penjualnya. Bahkan, beberapa obat yang mesti digunakan atas rekomendasi dokter seperti obat bius ditemukan dijual online. Namun, masyarakat masih ada yang mau membeli obat via online.
Toko online tadi yang kita tidak tahu siapa orangnya, asli atau tidak, tapi masyarakat langsung percaya," ujar dokter spesialis anestesi itu.
Data penelitian dari Amerika Serikat, kata Agung, sekitar 25 persen obat terindikasi palsu beredar di Indonesia. Agung mempertanyakan, mengapa hanya obat jenis vaksin yang menjadi besar kasusnya.
Kasus vaksin palsu fenomena gunung es, selain vaksin palsu, kasus obat palsu lebih besar (jumlahnya)," ujar Agung.
Sekjen Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Drg. Iing Ichsan Hanafi mengatakan, dokter hanya sebagai user obat.
Jadi kami tidak punya kemampuan untuk menyeleksi palsu atau tidak," ujar Ichsan.
Harapannya, ada pengawasan tidak hanya di hilir sana, tetapi ke hulu produsen atau distributor obatnya. Kasus vaksin palsu, kata dia, momentum untuk memperbaiki lagi masalah pengawasan.

Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Bahrain, Anggota Komisi IX DPR RI Nursuhud, dan para orangtua korban serta lainnya.


sumber:
http://news.kompas.com/

Post a Comment

Powered by Blogger.