![]() |
Jaya Suprana, foto rimanews.com |
Newsaehtoday.ml - Budayawan, Jaya Suprana, meminta semua pihak menahan diri dan menghormati keputusan apapun yang dihasikan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait kasus penistaan agama calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Mohon dimaafkan, saya memberanikan diri untuk menyampaikan saran agar apabila Ahok divonis bebas, sebaiknya masyarakat jangan kembali turun ke jalan akibat risiko dampak negatif lepas kendali terlalu besar," kata Jaya Suprana seperti dilansir Antara, hari ini.
Intip: Majikan Kejam, Lihatlah Wajah TKW Indonesia ini
Sidang Ahok akan memasuki agenda putusan sela, Selasa pekan depan. Pada dua sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum telah menyampaikan dakwaan dilanjutkan dengen pembacaan nota keberatan Ahok serta tanggapa jaksa atas eksepsi terdakwa. Jaksa mendakwa Ahok dengan Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
Sidang Ahok akan memasuki agenda putusan sela, Selasa pekan depan. Pada dua sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum telah menyampaikan dakwaan dilanjutkan dengen pembacaan nota keberatan Ahok serta tanggapa jaksa atas eksepsi terdakwa. Jaksa mendakwa Ahok dengan Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
Jaya Suprana mengatakan, masyarakat terbelah menyikapi kasus Ahok setelah menyitir Surat Al Maidah 51 di Kepulauan Seribu, pada 27 September lalu itu. Ada yang degdegan khawatir Ahok divonis bersalah, pihak lainnya berharap hakim memvonisnya bersalah sesuai dakwaan jaksa.
Menurut pakar klirumologi ini, jika majelis hakim memvonis Ahok bersalah, maka suasana tegang pada kehidupan sosio-politik berpotensi mengendur. "Masalah menjadi lebih tidak sederhana, apabila vonis Majelis Hakim PN Jakut adalah Ahok tidak bersalah dan dinyatakan bebas," kata dia.
Keputusan hukum membebaskan Ahok, dipastikan mengecewakan mereka yang berharap Ahok divonis bersalah, meski berulang kali Ahok telah minta maaf dan menegaskan tidak berniat melakukan kesalahan bahkan sampai menangis.
Keputusan ini juga bakal berdampak dua kemungkinan. Pertama: para penuntut akan bersikap taat hukum maka menuntut naik banding dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi atau kedua, para penuntut kembali berduyun-duyun turun ke jalan demi memrotes keputusan Majelis Hakim Jakarta Utara.
"Kedua kemungkinan sama-sama merupakan hak asasi masyarakat untuk menentukan sikap mereka sendiri. Kedua kemungkinan layak dianggap masih berada di dalam koridor demokrasi maupun hukum selama turun ke jalan untuk berunjuk rasa masih belum dilarang," jelas pendiri Museum Rekor Indonesia (MURI) ini.
Namun, dia berpendapat, unjuk rasa dengan jumlah peserta berlimpah-ruah selalu ada pihak-pihak tertentu yang berupaya melakukan penyusupan kekerasan demi merusak citra peradaban adiluhur bangsa Indonesia.
"Dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri menyampaikan saran agar teman-teman se-Bangsa dan se-Tanah Air Udara berkenan tetap konsekuen dan konsisten berjuang menahan diri untuk tetap bertahan di jalur hukum maka secara beradab mengajukan tuntutan naik-banding dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi demi bersama berupaya menegakkan keadilan di persada Nusantara. Insya Allah, bangsa Indonesia tetap lestari layak menjadi suri-teladan sikap toleransi serta taat hukum bagi segenap umat manusia di planet bumi," bebernya.
Menurut pakar klirumologi ini, jika majelis hakim memvonis Ahok bersalah, maka suasana tegang pada kehidupan sosio-politik berpotensi mengendur. "Masalah menjadi lebih tidak sederhana, apabila vonis Majelis Hakim PN Jakut adalah Ahok tidak bersalah dan dinyatakan bebas," kata dia.
Keputusan hukum membebaskan Ahok, dipastikan mengecewakan mereka yang berharap Ahok divonis bersalah, meski berulang kali Ahok telah minta maaf dan menegaskan tidak berniat melakukan kesalahan bahkan sampai menangis.
Keputusan ini juga bakal berdampak dua kemungkinan. Pertama: para penuntut akan bersikap taat hukum maka menuntut naik banding dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi atau kedua, para penuntut kembali berduyun-duyun turun ke jalan demi memrotes keputusan Majelis Hakim Jakarta Utara.
"Kedua kemungkinan sama-sama merupakan hak asasi masyarakat untuk menentukan sikap mereka sendiri. Kedua kemungkinan layak dianggap masih berada di dalam koridor demokrasi maupun hukum selama turun ke jalan untuk berunjuk rasa masih belum dilarang," jelas pendiri Museum Rekor Indonesia (MURI) ini.
Namun, dia berpendapat, unjuk rasa dengan jumlah peserta berlimpah-ruah selalu ada pihak-pihak tertentu yang berupaya melakukan penyusupan kekerasan demi merusak citra peradaban adiluhur bangsa Indonesia.
"Dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri menyampaikan saran agar teman-teman se-Bangsa dan se-Tanah Air Udara berkenan tetap konsekuen dan konsisten berjuang menahan diri untuk tetap bertahan di jalur hukum maka secara beradab mengajukan tuntutan naik-banding dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi demi bersama berupaya menegakkan keadilan di persada Nusantara. Insya Allah, bangsa Indonesia tetap lestari layak menjadi suri-teladan sikap toleransi serta taat hukum bagi segenap umat manusia di planet bumi," bebernya.
sumber: rimanews.com
Post a Comment