by: Rimanews
18 JUL 2017
Intip Berita -- KPK Tetapkan Papa Novanto Tersangka Korupsi E-KTP?. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan segera mengirimkan surat penetapan tersangka korupsi e-KTP kepada Ketua DPR, Setya Novanto pada minggu ini.
"Seperti halnya kasus lain (Penetapan tersangka sebelumnya), untuk pemberitahuan akan disampaikan pada tersangka dan dikirim ke yang bersangkutan," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa (17/07/2017).
Febri melanjutkan, lembaganya sudah menerima surat dari Setnov yang mempertanyakan penetapan statusnya sebagai tersangka dalam perkara korupsi di Kemendagri. Selain itu, ia juga sedang mempelajari isi dan maksud surat tersebut guna membalas surat tersebut. "KPK sudah menerima surat dari SN (Setya Novanto). Selanjutnya tentu kita pelajari suratnya," tuturnya.
Pada malam kemarin (17/07) KPK secara resmi telah menetapkan politisi Golkar itu sebagai tersangka lantaran diduga ikut mengatur proyek e-KTP mulai dari proses perencanaan dan pembasan anggaran hingga pengondisian pemenang lelang di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun anggaran 2011-2012.
"KPK menetapkan saudara SN anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," ujar Ketua KPK, Agus Rahardjo.
"Saudara SN (Setya Novanto) melalui AA (Andi Agustinus alias Andi Narogong) diduga memiliki peran, baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa e-KTP," tambahnya
Akibat ulah Novanto dan pihak-pihak lainnya yang terlibat, negara mengalami kerugian keuangan atau perekonomian sebesar Rp 2,3 trilyun dari proyek senilai Rp 5,9 trilyun karena pembayaran barang-barang untuk proyek e-KTP di luar harga yang wajar.
"Indikasi kerugian negara dalam kasus ini yang dihitung BPKP adalah Rp2,3 trilyun karena pembayaran lebih mahal dari harga wajar atau riil dari barang-barang yang diperlukan dalam e-KTP," ujar Agus Rahardjo.
Adapun rincian akibat penggelembungan itu yakni total pembayaran ke konsorsium PNRI Rp 4,9 trilyun dari 21 Oktober 2011 sampai dengan 30 Desember 2013. "Harga wajar (riil) e-KTP tersebut diperkirakan Rp 2,6 trilyun," katanya.
Atas perbuatan tersebut KPK menyangka Setya Novanto melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Seperti halnya kasus lain (Penetapan tersangka sebelumnya), untuk pemberitahuan akan disampaikan pada tersangka dan dikirim ke yang bersangkutan," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa (17/07/2017).
Febri melanjutkan, lembaganya sudah menerima surat dari Setnov yang mempertanyakan penetapan statusnya sebagai tersangka dalam perkara korupsi di Kemendagri. Selain itu, ia juga sedang mempelajari isi dan maksud surat tersebut guna membalas surat tersebut. "KPK sudah menerima surat dari SN (Setya Novanto). Selanjutnya tentu kita pelajari suratnya," tuturnya.
Pada malam kemarin (17/07) KPK secara resmi telah menetapkan politisi Golkar itu sebagai tersangka lantaran diduga ikut mengatur proyek e-KTP mulai dari proses perencanaan dan pembasan anggaran hingga pengondisian pemenang lelang di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun anggaran 2011-2012.
"KPK menetapkan saudara SN anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," ujar Ketua KPK, Agus Rahardjo.
"Saudara SN (Setya Novanto) melalui AA (Andi Agustinus alias Andi Narogong) diduga memiliki peran, baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa e-KTP," tambahnya
Akibat ulah Novanto dan pihak-pihak lainnya yang terlibat, negara mengalami kerugian keuangan atau perekonomian sebesar Rp 2,3 trilyun dari proyek senilai Rp 5,9 trilyun karena pembayaran barang-barang untuk proyek e-KTP di luar harga yang wajar.
"Indikasi kerugian negara dalam kasus ini yang dihitung BPKP adalah Rp2,3 trilyun karena pembayaran lebih mahal dari harga wajar atau riil dari barang-barang yang diperlukan dalam e-KTP," ujar Agus Rahardjo.
Adapun rincian akibat penggelembungan itu yakni total pembayaran ke konsorsium PNRI Rp 4,9 trilyun dari 21 Oktober 2011 sampai dengan 30 Desember 2013. "Harga wajar (riil) e-KTP tersebut diperkirakan Rp 2,6 trilyun," katanya.
Atas perbuatan tersebut KPK menyangka Setya Novanto melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Post a Comment