![]() |
ilustrasi |
Praktik prostitusi di PJR tidak terlalu mencolok. Mereka tinggal memperlihatkan sedikit kemolekkan tubuhnya sambil membuka tutup panci jagung.
Salah satu wanita yang masuk dalam lingkaran bisnis seks terselubung ini mengatakan, yang paling dominan memberikan jasa layanan 'cinta satu malam' adalah karena mereka butuh tambahan biaya untuk memenuhi gaya hidupnya. Biaya dari orangtua tidak sanggup lagi melunasi hasrat untuk mereguk segala kebutuhan.
"Kadang uangnya dibelikan untuk kebutuhan seperti beli pulsa atau kebutuhan lainnya. Saya lebih gelisah kalau ponsel tidak ada pulsanya dari pada menahan lapar," ujar LN (22), gadis penjaja jagung di kawasan PJR itu.
Dia bercerita, dirinya dengan yang lain bekerja sebagai penjual jagung dengan gaji sekitar Rp 400 ribu per bulan. Namun jika ada yang mengajak kencan dan cocok, bisa terus berlanjut. Mengenai tarifnya, tak ada standar. Yang penting ada kococokan tidak ada masalah, kadang juga tarif yang harus dibayar setiap kali kencan itu bervariasi bisa Rp 100-500 ribu.
Tapi hitungan tarif kadang juga tergantung pada siapa yang mengajak. Jika dari kalangan pria dengan kantong tebal dan umurnya terlalu jauh, tarifnya tentu menyesuaikan status sosial yang disandangnya.
Wanita lainnya D (20) mengaku tidak pernah menawarkan harga yang mahal kepada para lelaki yang membutuhkan jasanya. Jika beruntung, ia bisa menawarkan harga Rp 200 ribu. D sendiri mengaku sudah melakukan pekerjaan ini sejak usia 15 tahun.
Pertama kali keperawanannya dijual karena ia ingin memiliki sebuah handphone, tapi karena tidak punya uang sehingga terpaksa terjun ke dunia hitam.
"Ingin punya HP, tapi tidak punya uang, saat itu ada tawaran teman diajak om-om jalan di Kota Kendari nanti dikasih HP. Ya mau saja karena waktu itu saya juga masih kecil. Ternyata tidak diberi HP, tapi diberi uang.dan uang itu saya belikan HP," kisahnya.
Post a Comment