Halloween party ideas 2015

Intelijen Salah Memberi Laporan Kepada Jokowi

Newsacehtoday.ml, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengakui ada kesalahan laporan intelijen tentang perkiraan jumlah demonstran pada demo 4 November, Jumat pekan lalu. Semula, jumlah yang disampaikan kepadanya, menyebutkan jumlah para demonstran sekitar 18 ribu orang, kemudian berkembang menjadi 30 ribu orang. Kenyataannya, menurut Jokowi, jumlah demonstran pada aksi 4 November lalu melebihi perkiraan laporan intelijen.

Pernyataan itu disampaikan Jokowi di depan 637 perwira dari Mabes Polri, para Kapolda dan Komandan Peleton Polri, di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Selasa kemarin. Dia berjanji akan mengevaluasi langkah-langkah yang telah dilakukan.

Pengakuan Jokowi tentang intelijen itu mengingatkan kejadian sepekan sebelumnya, ketika ex presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut, tudingan kepadanya berada di balik aksi demo 4 November, sebagai laporan intelijen yang salah. 

Intip Berita lain:
Video Pria Remas Bagian Intim Pelayan Kafe, Ini Akibatnya

Memberikan pernyataan di rumahnya di Cikeas, Bogor,  2 November 2016, SBY meminta agar intelijen pemerintah memberikan laporan akurat dan tidak asal menuduh. "Intelijen harus akurat jangan berkembang menjadi intelijen yang ngawur dan main tuduh," kata SBY.

Menanggapi pernyataan SBY, Jokowi mengaku tidak memiliki masalah apapun dengan pernyataan SBY. Dia menganggap pernyataan SBY sebagai masukan kepada pemerintah dan tidak perlu ditanggapi berlebihan. 

Menurutnya, informasi intelijen bisa salah dalam memberikan laporan karena intelijen juga dikerjakan oleh manusia. Kata Jokowi, namanya manusia kadang-kadang bisa benar, bisa enggak benar. Bisa error dan enggak error.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Roy Suryo, SBY sebetulnya telah mengetahui informasi yang menuduh dirinya sebagai dalang aksi demo 4 November.  "SBY itu jenderal bintang empat, mantan Menko Polhukam. Dia punya jaringan (intelijen),"

Sehari sebelum memberikan pernyatan di Cikeas, SBY karena itu menemui Menko Polhukam Wiranto dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Tapi Wiranto dan JK tak memercayai laporan intelijen yang menyebut SBY berada di balik aksi demo 4 November.

"Hari ini terbukti, Jokowi bilang di media, laporan dan informasi intelijennya salah. Dari sisi jumlah (demonstran) salah, bagaimana dengan informasi yang lain?" kata Roy kepada Rimanews, kemarin.

Laporan intelijen adalah sesuatu yang penting bagi presiden untuk mengambil keputusan. Presiden, karena itu, harus hanya menerima laporan dari satu lembaga intelijen dengan laporan yang akurat dan kredibel. Marsekal Teddy Rusdy, senior intelijen yang dikenal dekat dengan Jenderal L.B. Moerdani pernah menjelaskan soal ini dengan latar belakang kerusuhan Malari 1974.

Saat itu ada persaingan antara Jenderal Ali Moertopo dan Jenderal Soemitro. Ali saat itu menjabat sebagai Sespri Presiden Soeharto, dan Soemitro menjabat sebagai Pangab. Keduanya memberikan laporan berbeda kepada Soeharto. 

Ali menganggap Malari sebagai gerakan yang harus diatasi. Soemitro menganggap Malari sebagai sesuatu yang normal. Akibatnya, penyebab utama kerusuhan Malari tidak terungkap. Menurut Teddy, situasi semacam itu berbahaya bagi presiden karena ada dua jenis analisis yang berbeda.

Demo umat Islam 4 November pekan lalu ditujukan untuk mendesak dan menuntut pemerintahan Jokowi mempercepat penyelesaian kasus penisataan agama yang diduga dilakukan oleh calon Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Berbicara di hadapan warga Kepulauan Seribu, 27 September 2016, Ahok antara lain mengutip surat Al Maidah ayat 51.(rimanews.com)

Post a Comment

Powered by Blogger.