Din Syamsuddin |
Newsacehtoday - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin prihatin dengan kondisi bangsa yang saat ini dinilainya carut marut.
"Terutama antar kelompok yang mengklaim kebenaran dan menafikan kebenaran di pihak lain," ujar Din usai membesuk anggota Dewan Pertimbangan Presiden KH Hasyim Muzadi di RS Lavalette, Kota Malang, Jawa Timur, kemarin, seperti dikutip dari Suara Muhammadiyah.
Intip, Ibu guru Indehoy dengan muridnya berusia 13 tahun hingga hamil
Menurut Din, pemicu dari carut-marutnya kondisi saat ini, salah satunya disebabkan karena terlukainya perasaan umat Islam oleh pernyataan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, di Pulau Seribu.
Selain itu, reaksi umat islam itu merupakan akumulasi dari perasaan keadilan dan kesenjangan di bidang perekonomian. Sebab, menurutnya, sektor ekonomi nasional saat ini hanya dikuasai oleh segelintir orang saja. Sementara kondisi ekonomi umat islam sebagai mayoritas sangat terpuruk. Kondisi ini sangat memprihatinkan sehingga dibutuhkan peran negara.
"Saya pribadi pernah sampaikan kepada Presiden," tutur Din.
Tak hanya kesenjangan ekonomi, faktor lainnya dipicu oleh perasaan ketidakadilan dalam hukum. Ada indikasi dan bukti beberapa nama pejabat kebal hukum dan bebas melakukan kesalahan. Akibatnya, masyarakat berpikiran orang yang terindikasi dengan hukum dilindungi negara, padahal, pemerintah sudah menyatakan kesamaan posisi di hadapan hukum.
Jika tidak dicarikan jalan keluar, kata Din, maka akan menyimpan potensi bom waktu. Bisa meledak sewaktu-waktu. Oleh karena itu, sebagai solusi, dibutuhkan sikap netralitas pemerintah.
"Diupayakanlah dialog, dan jangan ada keberihakan untuk satu kelompok saja," jelasnya.
Negara, kata Din, harus berada di atas semua kelompok. Negara berfungsi sebagai pengayom yang tidak dapat hanya hadir pada satu kelompok saja.
Jika negara tidak mengayomi dan berdiri di atas semua golongan, maka masing-masing kelompok akan saling menunjukkan kekuatannya. Keadaan ini tentu tidak diinginkan dalam kehidupan bernegara.
"Sudah saya sarankan dilakukan segera upaya-upaya dialog, bukan dialektika. Apalagi sekarang, terakhir di Bandung, antar pihak saling menyerang. Karena itu perlu intensif dialog," ujar Din.
Selain itu, reaksi umat islam itu merupakan akumulasi dari perasaan keadilan dan kesenjangan di bidang perekonomian. Sebab, menurutnya, sektor ekonomi nasional saat ini hanya dikuasai oleh segelintir orang saja. Sementara kondisi ekonomi umat islam sebagai mayoritas sangat terpuruk. Kondisi ini sangat memprihatinkan sehingga dibutuhkan peran negara.
"Saya pribadi pernah sampaikan kepada Presiden," tutur Din.
Tak hanya kesenjangan ekonomi, faktor lainnya dipicu oleh perasaan ketidakadilan dalam hukum. Ada indikasi dan bukti beberapa nama pejabat kebal hukum dan bebas melakukan kesalahan. Akibatnya, masyarakat berpikiran orang yang terindikasi dengan hukum dilindungi negara, padahal, pemerintah sudah menyatakan kesamaan posisi di hadapan hukum.
Jika tidak dicarikan jalan keluar, kata Din, maka akan menyimpan potensi bom waktu. Bisa meledak sewaktu-waktu. Oleh karena itu, sebagai solusi, dibutuhkan sikap netralitas pemerintah.
"Diupayakanlah dialog, dan jangan ada keberihakan untuk satu kelompok saja," jelasnya.
Negara, kata Din, harus berada di atas semua kelompok. Negara berfungsi sebagai pengayom yang tidak dapat hanya hadir pada satu kelompok saja.
Jika negara tidak mengayomi dan berdiri di atas semua golongan, maka masing-masing kelompok akan saling menunjukkan kekuatannya. Keadaan ini tentu tidak diinginkan dalam kehidupan bernegara.
"Sudah saya sarankan dilakukan segera upaya-upaya dialog, bukan dialektika. Apalagi sekarang, terakhir di Bandung, antar pihak saling menyerang. Karena itu perlu intensif dialog," ujar Din.
sumber: rimanews.com
Post a Comment