foto google |
Newsacehtoday.ml - Istilah pepatah "Cabe rawit memang pedas' memang benar, istilah ini bisa dipakai untuk harga cabe rawit saat ini. Mengutip jpnn.com, melonjaknya harga cabai rawit baik merah maupun hijau tidak berdampak positif bagi pedagang. Sejumlah pedagang di Pasar Pondok Labu malah mengaku, sejak harga cabai rawit melebihi daging sapi, mereka justru merugi.
"Bagaimana mau untung kalau pembelinya kurang. Kami juga terpaksa membeli cabai nggak banyak di pasar induk," ungkap Zaini, pedagang cabai di Pasar Pondok Labu, Jakarta Selatan, Rabu (11/1).
intip berita lain: Messi Tidak Dipilih dalam tiga besar pemain terbaik dunia
Pria berperawakan tinggi kurus ini mengaku, awal Januari dia masih membeli cabai tujuh sampai 10 kilo per hari. Namun beberapa hari ini dia hanya membeli lima kilo cabai.
"Ini saya beli di pasar induk cuma lima kilo. Ini juga belum tentu habis, karena belanjaan kemarin masih ada," ujarnya.
Zaini menambahkan, biasanya saat harga cabai Rp 25 ribu per kilo, dia membeli 25 kilo hingga 30 kilo. Namun, sejak harga cabai terus naik, dia terpaksa mengurangi jatah belanjanya.
"Kalau beli banyak ya tambah rugi. Modal banyak, keuntungan nggak ada, lama-lama bisa bangkrut. Ini beli secukupnya karena ada ibu-ibu rumah tangga maunya cabai yang bagus," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Saripah. Perempuan setengah baya ini menggelar dagangannya di pinggir jalan. Dia juga mengaku merasakan dampak kenaikan harga cabai.
"Saya belinya cuma tiga kilo. Kalau ada yang beli Rp 2 ribu saya nggak bolehin, minimal Rp 5 ribu, dapatnya 10-12 cabai," ujarnya.
Bila cabainya tidak habis terjual, Saripah menyortirnya. Yang bagus dijual dengan harga tinggi. Sedangkan yang mulai membusuk dijual lebih murah.
"Saya nggak mau campur cabainya, kasihan langganan saya kan ibu-ibu rumah tangga. Kalau ada yang mau beli cabai setengah busuk ya saya kasih, tapi kebanyakan pedagang makanan warteg, pecel lele, tukang bakso, dan siomay," paparnya.
"Ini saya beli di pasar induk cuma lima kilo. Ini juga belum tentu habis, karena belanjaan kemarin masih ada," ujarnya.
Zaini menambahkan, biasanya saat harga cabai Rp 25 ribu per kilo, dia membeli 25 kilo hingga 30 kilo. Namun, sejak harga cabai terus naik, dia terpaksa mengurangi jatah belanjanya.
"Kalau beli banyak ya tambah rugi. Modal banyak, keuntungan nggak ada, lama-lama bisa bangkrut. Ini beli secukupnya karena ada ibu-ibu rumah tangga maunya cabai yang bagus," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Saripah. Perempuan setengah baya ini menggelar dagangannya di pinggir jalan. Dia juga mengaku merasakan dampak kenaikan harga cabai.
"Saya belinya cuma tiga kilo. Kalau ada yang beli Rp 2 ribu saya nggak bolehin, minimal Rp 5 ribu, dapatnya 10-12 cabai," ujarnya.
Bila cabainya tidak habis terjual, Saripah menyortirnya. Yang bagus dijual dengan harga tinggi. Sedangkan yang mulai membusuk dijual lebih murah.
"Saya nggak mau campur cabainya, kasihan langganan saya kan ibu-ibu rumah tangga. Kalau ada yang mau beli cabai setengah busuk ya saya kasih, tapi kebanyakan pedagang makanan warteg, pecel lele, tukang bakso, dan siomay," paparnya.
sumber:(esy/jpnn)
Post a Comment